Sabtu, 01 Februari 2014

E-government




 Konsep E-government di Republik Indonesia telah berinisiatif membuat kebijakan untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi ( Informationand Communication Technology/ICT ) untuk membangun electronic government for a good governance yang terintegrasi mulai dari tingkat pemerintahan daerah hingga ke pusat. Tujuannya adalah agar infrastruktur ICT yang akan dibangun dapat dimanfaatkan secara bersama untuk berkoordinasi oleh seluruh instansi, baik pusat maupun daerah. Kebijakan pemerintah tersebut antaralain dituangkan dalam bentuk Inpres No.3 tahun 2003 dan keputusan Menteri Komunikasi danInformasi tentang perkembangan e-Gov yang merupakan wujud keinginan pemerintah dalam upayamendorong bangsa Indonesia menuju masyarakat yang berbasis pengetahuan ( Knowledge-based Society). Instruksi Presiden No.3 tahun 2003 tentang “kebijakan dan startegi nasional pengembangan e-Gov Indonesia” antara lain berisikan panduan yang sudah disosialisasikan, seperti :

    Panduan pembangunan infrastruktur portal pemerintah
    Panduan manajemen sistem dokumen elektronik
    Panduan penyusunan rencana induk pengembangan e-Gov lembaga
    Panduan penyelenggaraan situs web pemerintah daerah
    Panduan tentang pendidikan dan pelatihan SDM e-Gov

E-Government dapat mengefisiensikan peningkatan pelayanan publik

E-Government perlu dilaksanakan untuk dapat mengefisiensikan peningkatan pelayanan publik karena secara tradisional  biasanya interaksi antara seorang warga negara atau institusi sosial dengan badan pemerintah selalu berlangsung  di kantor-kantor pemerintahan. Namun seiring dengan pemunculan teknologi informasi dan komunikasi, semakin memungkinkan untuk mendekatkan pusat-pusat layanan pemerintah kepada setiap klien. Sebagai contoh ; jika ada pusat layanan yang tak terlayani oleh badan pemerintah, maka ada kios-kios yang didekatkan  kepada para klien atau dengan penggunaan komputer di rumah atau di kantor-kantor. E-gov memberikan peluang  baru untuk meningkatkan kualitas pemerintahan, dengan cara ditingkatkannya efisiensi, layanan-layanan baru,  peningkatan partisipasi warga dan adanya suatu peningkatan terhadap global information infrastructure.

Melalui e-Government, pelayanan pemerintah akan berlangsung secara transparan, dapat dilacak prosesnya, sehingga dapat dianggap akuntabel. Unsur penyimpangan dapat dihindarkan dan pelayanan dapat diberikan secara efektif dan efisien. Contohnya koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui email atau bahkan video conferencing. Bagi Indonesia yang luas areanya sangat besar, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama. Tidak lagi semua harus terbang ke Jakarta untuk pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua jam, contoh nya pada departemen kesehatan ini adalah ketika sebuah komunitas ingin mendirikan sekolah kesehatan mereka bias melihat procedure pada website ini dengan aturan yang sudah di tuliskan pada website.

 Implementasi E-Government

Penggunaan e-Government juga sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, dengan harapan agar penyampaian layanan pemerintah kepada masyarakat dapat berlangsung secara lebih efisien dan efektif. Efisiensi dan efektifitas di sini dapat diperoleh karena otonomi daerah lebih menekankan pada kedekatan pemerintah untuk memberikan layanan publik kepada masyarakat.efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daearah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada Pemerintah Daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan pemerintahan daerah sistem penyelenggaraan pemerintahan negara

Rabu, 29 Januari 2014

Lentera Forum Indonesia Muda






Miss You,Daddy....



Hy!
Rasanya sudah lama sejak Papa terbaring sakit,saya jarang curhat dan ngobrol seru dengan Papa kesayangan.
Jadi untuk kali ini sekalian saya nulis dan mengobati kangen sama Papa.

Beberapa waktu lalu saya pernah baca sebuah tulisan di blog yang menurut saya sih bagus..
hehehe
Isi tulisan itu mengupas banyak hal tentang seorang pendaki & himbauan untuk punya pacar pendaki gunung.
Entah kenapa saya terbius setuju dengan si penulis. Mungkin karena Papa saya dulu seorang Ketua semacam komunitas PA sehingga saya jujur sering bermimpi suatu saat punya pendamping yang punya hobi sama seperti Papa waktu muda. (sekalipun beliau belum pernah mengizinkan anak perempuan satu-satunya buat ikut teman-temannya naik gunung *sedih*)

*berikut kutipan tulisan dari sebuah blog menarik mengenai Pendaki Gunung*
Seorang pendaki gunung beneran (bukan hanya yang suka naik gunung buat gaya-gayaan atau efek nonton film 5 CM) pasti telah memiliki mental yang terbentuk. Alam telah menempa mereka dengan keras sehingga mereka belajar banyak tentang kedisiplinan, kemandirian, penguasaan diri, kesabaran, kerja sama, kepedulian dan masih banyak lagi.

Karena itu seorang Henry Dunnant pernah berkata “Sebuah negara tidak akan pernah kehilangan pemimpinnya yang berwibawa jika pemudanya masih suka menjelajah hutan dan mendaki gunung,”.

Sekedar info, Pak Jokowi yang keren itu dulunya suka naik gunung lho. Beliau adalah anggota MAPALA Silvagama (Mapalanya anak-anak Fakultas Kehutanan UGM). Begitupula dengan Pak Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng) yang nggak kalah kerennya itu, beliau juga anggota MAPALA Majestik (Mapalanya anak-anak Hukum UGM). Tuh kan? Saya pikir kekerenan mereka dalam menjadi pimpinan saat ini tak bisa dipisahkan dari pengalaman saat mereka menjadi anggota PA.


Nah, kutipan itu bisa banget sebagai alasan logis kenapa saya setuju dengan penilaian tersebut.
(entahlah jika dikatakan mencari pembenaran dalam sebuah alasan faktor mengapa saya setuju) :p







Refreshing!



Kali ini mungkin saya nggak nulis yang serius-serius dulu,
mau refreshing melalui nyanyi dalam tulisan dengan suara (tidak terlalu keras) pastinya. hahaha
Sudah tahu kan apa yang akan saya lakukan kalau lagi badmood, pasti nyanyi yang bisa menghibur  (sejenak) pikiran yang lelah..
Ya nyanyi hobi yang mengasyikan selain hobi saya yang lain yaitu memasak (meski ga mahir banget)
Wajar sih, beberapa minggu ini diisi dengan baca buku riset & membuat bahan presentasi.

Biasanya sih meluangkan waktu buat karaoke atau ngeband bareng gengs kampus,
tapi...
berhubung mereka sedang sibuk dengan TA.
Jadilah, saya di ruang Belle (kamar kesayangan) bersama seperangkat
fasilitas karaoke yang sederhana tapi bisa membuat refreshing.

Eng Ing Eng...... Humbalalalala...
(setelah membongkar beberapa koleksi album dan menemukan satu album yang menurut saya bagus)


Saya suka banget sama ini lagu..
(tebak aja deh judulnya apa, ;p )


bukannya ku tak percaya
bukannya ku tak bersyukur
atas yang kuterima
selama ini dari kamu

do you really love me
jangan marah padaku
wajarku ku ingin tahu
seberapa besar kau cintaiku
semua karena hatiku
hanya bisa untukmu
ku hanya memastikan
do you really love me

                                       truly me i'm just open you
                                    that i'm just the only one
                                  someone who left in your heart
                                you'll be love forever

Biar Menjadi Kenangan





Aku dan kamu takkan tahu 
Mengapa kita tak berpisah 
Walau kita takkan pernah satu 
Biarlah aku menyimpan bayang mu 
Dan biarkanlah semua menjadi kenangan 
Yang terlukis di dalam hatiku

Minggu, 26 Januari 2014

Biasa & Berlalu

Ketika badmood menyerang memang menyanyi hal yang paling sering saya lakukan
apalagi kalau lagi gemes karena sesuatu..
Kebiasaan sebelum tidur sembari membaca, saya juga pasti menyalakan musik tentu dengan volume yang tidak terlalu besar & sambil nyanyi juga sih saya,hehehehehe (bisa diomelin Mama kalau kenceng-kenceng nyanyinya)
Dan satu kebiasaan sebelum bobo adalah mengharumkan ruangan dengan pengharum ruangan...
Entahlah,ini kebiasaan yang sulit dihindari.. (emang dari SD sering lihat Mama ngeberesin kamar bobo saya sebelum saya bobo dan ujung-ujungnya nyemprotin pengharum ruangan)

Eng..Ing..Eng..

Balik lagi sama hobi menyanyi dan mendengarkan musik,
Kemarin diajak duet sama ade saya yang paling ganteng...
Dan lagu yang dipilih lagunya Sammy Simorangkir bersama Titi Dj & Ruth Sahanaya
Awalnya saya asing dengan lagu ini,
tapi setelah saya dengarkan ternyata ini lagu sempat booming,

Judulnya : Biar Menjadi Kenangan..

Entah karena sesuatu hal saya jadi teringat,hahaha (mungkin karena hati yang sedang
kurang ceria)
setiap orang memang berhak bahagia, dan menetukan pilihan,
meski terkadang harus merasakan sakitnya terjatuh,
saya percaya apapun yang saya pilih itu sudah saya pikirkan sebelumnya..
tentu Tuhan sudah tahu apa yang terbaik untuk saya ke depan.

Bukan berarti seseorang yang sering tersenyum itu tidak ada masalah,
tapi sedang belajar untuk menerima dengan lapang apa yang menjadi pilihannya
dan merangkai sejumlah rencana yang sempat tertunda.
Setidaknya bersikap lebih tenang dalam menghadapi segala sesuatu tantangan
di masa depan... (sok bijak)
hehehehe

Dengan menyanyi bisa sedikit tercurahkan,
Meski lebih menenangkan dan tidak ada tandingannya curhat dengan Allah

Jumat, 24 Januari 2014

Lensa Berbicara



Terbidik dari sebuah kenangan perjalanan panjang dalam lensa kamera....
Meski hari berganti,
Rencana tak pudar,
Paradigma berbeda,
Dan kata yang terkunci dalam sunyi....


Tuhan merangkai perjalanan kembali
Lebih indah,lebih berwarna
Meski musim segera berganti
Tangis
Luka
Haru
Bangga
Masih tersimpan
Hai, kamu selamat berbahagia

Upacara Perkawinan Tradisional Jawa

Hubungan cinta kasih wanita dengan pria, setelah melalui proses dan pertimbangan , biasanya dimantapkan dalam sebuah tali perkawinan, hubungan dan hidup bersama secara  resmi  selaku suami istri dari segi hukum, agama dan adat..

Di Jawa seperti juga ditempat  lain, pada prinsipnya perkawinan terjadi karena  keputusan dua insan yang saling jatuh cinta.Itu merupakan hal yang prinsip. Meski ada juga perkawinan yang terjadi karena dijodohkan orang tua yang terjadi dimasa lalu.Sementara orang-orang tua zaman dulu berkilah melalui pepatah : Witing tresno jalaran soko kulino, artinya : Cinta tumbuh karena terbiasa.

Di Jawa dimana kehidupan kekeluargaan masih kuat, sebuah perkawinan tentu akan mempertemukan dua buah keluarga besar. Oleh karena itu, sesuai kebiasaan yang berlaku, kedua insan yang berkasihan  akan memberitahu keluarga masing-masing bahwa mereka telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan suami/istrinya.


Bibit, Bebet, Bobot


Secara tradisional, pertimbangan penerimaan seorang calon menantu berdasarkan kepada bibit, bebet dan bobot.
Bibit      :artinya mempunyai latar kehidupan keluarga  yang baik.
Bebet   : calon penganten, terutama pria, mampu memenuhi kebutuhan keluarga.
Bobot   : kedua calon penganten adalah orang yang berkwalitas, bermental baik dan berpendidikan cukup.  
Biasanya setelah kedua belah pihak orang tua atau keluarga menyetujui perkawinan, maka dilakukan langkah-langkah selanjutnya, menurut kebiasaan adalah sebagai berikut :


Pinangan

Biasanya yang melamar adalah pihak calon penganten pria.Pada masa lalu, orang tua calon penganten pria mengutus salah seorang anggota keluarganya untuk meminang. Tetapi kini, untuk praktisnya orang tua pihak lelaki bisa langsung meminang kepada orang tua pihak wanita . Bila sudah diterima, langsung akan dibicarakan langkah-langkah selanjutnya sampai terjadinya upacara perkawinan.

Hal-hal yang perlu dibicarakan antara lain meliputi :
Tanggal dan hari pelaksanaan perkawinan, ditentukan kapan pernikahannya, jam berapa, biasanya dicari hari baik.Kalau hari pernikahan sudah ditentukan, upacara lain yang terkait seperti : peningsetan, siraman, midodareni, panggih , resepsi dll, tinggal disesuaikan.

Tidak kurang penting adalah pemilihan seorang pemaes, juru rias penganten tradisional.Dalam upacara perkawinan tradisional,  peran seorang perias temanten sangat besar, karena dia beserta asisten-asistennya  akan membimbing, paling tidak memberitahu seluruh pelaksanaan upacara, lengkap dengan sesaji yang diperlukan.Seorang pemaes yang  kondang, mumpuni dan  ahli dalam bidangnya ,biasanya juga punya jadwal yang ketat, karena laris, diminta merias dibanyak tempat, terlebih dibulan-bulan baik menurut perhitungan kalender Jawa. Oleh karena itu, perias temanten harus dipesan jauh hari.

Perlu diprioritaskan pula pemilihan tempat untuk pelaksanaan upacara perkawinan itu. Misalnya dimana tempat akad nikah, temu manten dan resepsinya. Apakah akan dilaksanakan dirumah, disebuah gedung pertemuan atau dihotel.

Dalam pelaksanaan perkawinan adat Jawa, pihak calon penganten wanita secara resmi adalah yang punya gawe, pihak pria membantu.Bagaimana pelaksanaan upacara perkawinan , apakah sederhana, sedang-sedang saja atau pesta besar yang mengundang banyak  tamu dan lengkap dengan hiburan, secara realitas itu tentu tergantung kepada anggaran yang tersedia. Pada saat ini kedua pihak sudah lebih terbuka membicarakan budget tersebut.


Kesibukan dirumah calon penganten putri

Yang lebih sibuk memang pihak orang tua calon penganten wanita. Hal-hal yang mesti dilakukan adalah :
  1. Mengundang keluarga terdekat untuk membicarakan dan menyiapkan seluruh proses perkawinan.Secara tradisi dibentuk sebuah panitya yang terdiri dari anggota keluarga dan kenalan dekat dan masing-masing mempunyai tugas yang  jelas.Hal yang penting pula adalah penunjukkan pihak yang bertanggungjawab tentang konsumsi,  Catering mana yang akan ditunjuk.Penunjukkan  catering  berdasarkan pengalaman penting sekali, harus yang baik dan bertanggungjawab dan servicenya memuaskan.

    Pada masa kini, dengan pertimbangan praktis,ada keluarga yang punya hajat,menunjuk seluruh pelaksanaan upacara diserahkan kepada Event Organizer yang profesional.

    Mungkin penunjukan Event Organizer dimaksud supaya tidak merepotkan keluarga yang lain, ada baiknya. Tetapi perlu diingat bahwa  upacara perkawinan tradisional itu adalah juga sebuah acara untuk keluarga, menyangkut segi sosial, dimana  para tamu selain hadir untuk memberi selamat kepada kedua temanten , juga untuk mempererat persaudaraan dan persahabatan antara pihak pengundang dan yang diundang.Pada banyak kejadian,sebuah upacara perkawinan tradisional yang dikendalikan sepenuhnya oleh Event Organizer terasa kaku , meski mereka melaksanakan benar sesuai prosedur langkah-langkah yang dilaksanakan. Yang hilang dari upacara itu adalah “roh” dari upacara ritual tersebut.

    Oleh karena itu, beberapa pelestari budaya Jawa  yang mau mengerti “segi kepraktisan zaman “ berpendapat sebaiknya untuk pelaksanaan hal-hal inti, meski ada  Event Organizer, tetap  harus ada anggota keluarga yang terlibat. Bagaimanapun , keluarga yang punya gawe harus membentuk panitya kecil praktis yang mampu mengarahkan dan membantu dan kalau perlu meluruskan kerja para personil Event Organizer tersebut.
  2. Pemasangan Bleketepe dan Tarub

    Sehari sebelum upacara perkawinan, rumah orang tua mempelai wanita dipasangi tarub dan bleketepe dipintu masuk halaman depan.Dibuat gapura yang dihiasi tarub yang terdiri dari berbagai tuwuhan ,yaitu tanaman dan dedaunan yang punya arti simbolis.                                                                                                       

    Dikiri kanan gapura dipasang  pohon pisang yang sedang berbuah pisang yang telah matang.

    Artinya : Suami akan menjadi kepala keluarga ditengah kehidupan bermasyarakat.Seperti pohon pisang  yang bisa tumbuh baik dimanapun dan rukun dengan lingkungan, keluarga baru ini juga  akan hidup bahagia, sejahtera dan rukun dengan lingkungan sekitarnya.

    Sepasang tebu wulung, pohon tebu yang berwarna kemerahan, merupakan simbol mantapnya kalbu, pasangan baru ini akan membina  dengan sepenuh hati keluarga mereka.

    Cengkir gading- kelapa kecil berwarna kuning, melambangkan kencangnya-kuatnya pikiran baik, sehingga pasangan ini dengan sungguh-sungguh terikat dalam kehidupan bersama yang saling mencinta.

    Berbagai macam dedaunan segar seperti : beringin, mojokoro,alang-alang,dadap srep, merupakan harapan supaya pasangan ini hidup dan tumbuh  dalam keluarga yang selalu selamat dan sejahtera.

    Anyaman daun kelapa yang dinamakan bekletepe digantungkan digapura depan rumah, ini dimaksudkan untuk mengusir segala  gangguan dan roh jahat dan sekaligus menjadi pertanda bahwa dirumah ini sedang dilakukan upacara perkawinan.

    Sesaji khusus diadakan sebelum pemasangan tarub dan bekletepe, yang  terdiri dari : nasi tumpeng, berbagai macam buah-buahan termasuk pisang dan kelapa, berbagai macam lauk pauk,kue-kue, minuman, bunga, jamu, tempe, daging kerbau, gula kelapa dan sebuah lentera.

    Sesaji ini melambangkan permohonan supaya mendapatkan berkah dari Tuhan, Gusti dan restu dari para leluhur dan sekaligus sebagai sarana untuk menolak goda mahluk-mahluk halus jahat.

    Sesaji ditempatkan dibeberapa tempat dimana prosesi upacara  perkawinan dilaksanakan seperti didapur, kamar mandi, pintu depan, dibawah tarub, dijalan dekat rumah dll.

How to build a multi-stakeholder process and an effective stakeholder engagement for the implementation of CSR?

Description
Corporate Social Responsibility (CSR) and Community Development is a long-term investments that are useful to minimize the social risks and to improve a company image in the public eye. One implementation of CSR programs is the development or empowerment  a  community. In order to succeed , it is required  a concept and  guide in implementation of  CSR  strategy. The need to strengthen stakeholder engagement strategy is an important and urgent aspects of the implementation program for CSR and sustainable business. Through the right strategy a company can establish appropriate relationships with stakeholders in the implementation of CSR. How to build a multi-stakeholder process and an effective stakeholder engagement for the implementation of CSR?. With the effective stakeholder engagement strategy is expected to realize the implementation of CSR programs in accordance to the goals. This training aims to increase the capacity of actors both from the aspect of cognitive, affective, and psychomotor aspects of managing CSR programs, particularly in terms of multi-stakeholder process and stakeholder engagement.
 OBJECTIVE
  • Understanding of stakeholder and how the importance of the partnership relations
  • Improving the skills of the participants in conducting stakeholder mapping, identifying stakeholder, and build partnership programs within the framework of an effective CSR programs through stakeholder partnership
OUTLINE
1. Introduction:
  • Understanding of Corporate Social Responsibility (CSR)
  • The reason for the need to implement CSR
  • Benefits of CSR
  • Good Corporate Governance  &CSR
2. Implementation of CSR programs
  • Stages of implementation of program planning, implementation, evaluation, reporting
    Strategy implementation; determine the target audience, in cooperation with the media, event management
    Anticipate obstacles and solutions in implementing CSR programs
3. Multi-stakeholder Process and Stakeholder Engagement
4. Develop Community-Based-Organization (CBO)
5. Stakeholder engagement strategy
  • Conduct stakeholder mapping
  • Identification of stakeholder to plan engagement
  • an effective approach in conducting engagement
  • Strategic partnership to the other stakeholder in the implementation of CSR
  • How to conduct a dialogue between stakeholder in the CBO
  • Strategic engagement in addressing the problems (conflict)
6. Simulation: Developing a key element of a multi-stakeholder process for continuous assessment
 METHODS
Brainstorming & Tutoring,Case Study & Problem Solving discussion

Peran Pemerintah Dalam Perencanaan Pembangunan


Di dalam literatur-literatur ekonomi pembangunan sering disebutkan bahwa ada tiga peran pemerintah yang utama yaitu:
(1) Sebagai pengalokasi sumber-sumber daya yang dimiliki oleh negara untuk pembangunan; 
(2) Penciptaan stabilisasi ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter; serta 
(3) Sebagai pendistribusi sumber daya.

Penjabaran ketiga fungsi ini di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 33 UUD 1945 Amandemen Keempat. Ayat (2) dan ayat (3) menyebutkan bahwa negara menguasai bumi serta kekayaan alam yang dikandung didalamnya, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan bagi hajat hidup orang banyak. Penguasaan ini dimaksudkan untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini mengamanatkan kepada Pemerintah agar secara aktif dan langsung menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya ayat (4) menyebutkan bahwa perekonomian diselenggarakan atas dasar dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Ayat ini juga mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menjaga dan mengarahkan agar sistem perekonomian Indonesia berjalan dengan baik dan benar. Inilah yang dinamakan peran pengaturan dari pemerintah. Inilah yang menjadi inti tugas lembaga perencanaan dalam Pemerintah.
Pemerintah juga dapat melakukan intervensi langsung melalui kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh pemerintah, yang mencakup kegiatan-kegiatan penyediaan barang dan layanan publik, melaksanakan kegiatan atau prakarsa strategis, pemberdayaan yang tak berdaya (empowering the powerless) atau keberpihakan.

Perencanaan Pembangunan Untuk Mencapai Tujuan dan Cita-Cita Nasional
Sejak awal, para bangsa menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia didorong oleh keinginan yang luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Mereka dengan sadar bercita-cita agar pengelolaan pembangunan Indonesia dapat dilakukan sendiri oleh putra-putri bangsa ini secara mandiri, merdeka, dan berdaulat. Kedaulatan dalam mengelola pembangunan tentu berangkat dari keyakinan yang kuat bahwa kita dapat melaksanakannya tanpa perlindungan dan pengawasan pihak asing.
Oleh karena itu, pembangunan masyarakat untuk mencapai cita-cita kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 haruslah diselenggarakan dengan seksama, efektif, efisien, dan terpadu. Tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut adalah untuk (1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) Memajukan kesejahteraan umum; (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dari keempat tujuan ini, tiga di antaranya secara eksplisit menyatakan kualitas kehidupan yaitu butir pertama, kedua, dan ketiga yaitu kehidupan masyarakat yang terlindungi, sejahtera, dan cerdas. Sedangkan untuk distribusi dan pemerataan kualitas hidup tersebut dirumuskan dalam sila Kelima Pancasila yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Intinya adalah keterlindungan, kesejahteraan, dan kecerdasan masyarakat, haruslah terdistribusi secara adil.

Apa yang Direncanakan
Ada dua arahan yang tercakup dalam perencanaan. Pertama, arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan bernegara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana pembangunan nasional sebagai penjabaran langkah-langkah untuk mencapai masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial, ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan. Kedua, arahan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional baik melalui intervensi langsung maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar, 

Tahapan Perkembangan Politik Organski
Dalam The Stages of Political Development, Organski mengemukakan empat tahapan pembangunan politik,4 secara singkat dapat disimpulkan antara lain:
1. Tahap Unifikasi Primitif (Political of Primitive Unification)

Pada tahap ini pemerintahan di negara-negara masih berkosentrasi pada fokus menyatukan suku-suku bangsa yang berserakan secara nasional, baik akibat kolonialisme maupun pasca imperialisme dan kolonialisme. Demokrasi dan pemerintahan belum efisien dan ancaman separatisme masih kuat.

2. Tahap Politik Industrialisasi (Politics of Industrialization)

Pada tahap ini pemerintahan berfungsi untuk mendorong tumbuhnya industri dan modernisasi ekonomi yang dilakukan salah satu dari tiga tipe ideologis di dalam negara: borjuis, stalinis, dan fasis. Di sini mulai terjadi peralihan kekuasan dari elite tradisional ke manajer industri, pemupukan modal untuk industri, dan migrasi penduduk dari desa (pinggiran) ke perkotaan.

3.  Tahap Politik Kesejahteraan (National Social Welfare)

Pada tahap ini industrialisasi bergerak secara nasional dan fungsi pemerintah adalah melindungi industri, menciptakan iklim usaha dan menyejahterahkan rakyat berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang berhasil dipacu.

4.  Tahap Politik Kemakmuran (Politics of Abundance)

Pada tahap ini negara telah bergerak ke arah otomatisasi, dimana industri berjalan karena penggunaan teknologi canggih yang dapat menggantikan tenaga manusia. Negara kembali dituntut untuk melindungi rakyatnya dari ketergantungan dan kemungkinan besar terjadinya ledakan pengangguran, meski pun kemampuan negara sangat besar. Tidak ada negara yang benar-benar berada pada tahap ini, kecuali AS dan beberapa negara Eropa Barat yang berada pada pintu gerbang tahap Kemakmuran ini.

Peran Pemerintah Dalam Perencanaan Pembangunan :

Di dalam literatur-literatur ekonomi pembangunan sering disebutkan bahwa ada tiga peran pemerintah yang utama yaitu:
(1) Sebagai pengalokasi sumber-sumber daya yang dimiliki oleh negara untuk pembangunan; (2) Penciptaan stabilisasi ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter; serta 
(3) Sebagai pendistribusi sumber daya.

Penjabaran ketiga fungsi ini di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 33 UUD 1945 Amandemen Keempat. Ayat (2) dan ayat (3) menyebutkan bahwa negara menguasai bumi serta kekayaan alam yang dikandung didalamnya, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan bagi hajat hidup orang banyak. Penguasaan ini dimaksudkan untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini mengamanatkan kepada Pemerintah agar secara aktif dan langsung menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya ayat (4) menyebutkan bahwa perekonomian diselenggarakan atas dasar dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Ayat ini juga mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menjaga dan mengarahkan agar sistem perekonomian Indonesia berjalan dengan baik dan benar. Inilah yang dinamakan peran pengaturan dari pemerintah. Inilah yang menjadi inti tugas lembaga perencanaan dalam Pemerintah.
Pemerintah juga dapat melakukan intervensi langsung melalui kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh pemerintah, yang mencakup kegiatan-kegiatan penyediaan barang dan layanan publik, melaksanakan kegiatan atau prakarsa strategis, pemberdayaan yang tak berdaya (empowering the powerless) atau keberpihakan.

Penjabaran ketiga fungsi ini di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 33 UUD 1945 Amandemen Keempat. Ayat (2) dan ayat (3) menyebutkan bahwa negara menguasai bumi serta kekayaan alam yang dikandung di dalamnya,serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan bagi hajat hidup orang banyak. Penguasaan ini dimaksudkan untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini mengamanatkan kepada Pemerintah agar secara aktif dan langsung menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya ayat (4) menyebutkan bahwa perekonomian diselenggarakan atas dasar-dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,efisiensi berkeadilan,berkelanjutan,berwawasan lingkungan,kemandirian,serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Ayat ini juga mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menjaga dan mengarahkan agar sistem perekonomian Indonesia berjalan dengan baik dan benar. Inilah yang dinamakan peran pengaturan dari pemerintahan. Inilah yang menjadi inti tugas lembaga perencanaan dalam Pemerintah.
Pemerintah juga dapat melakukan intervensi langsung melalui kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh pemerintah,yang mencakup kegiatan-kegiatan penyediaan barang dan layanan publik, melaksanakan kegiatan atau prakarsa strategis, pemberdayaan yang tak berdaya (empowering the powerless) atau keberpihakan.


Perencanaan Pembangunan Untuk Mencapai Tujuan dan Cita-Cita Nasional
Sejak awal, para bangsa menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia didorong oleh keinginan yang luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Mereka dengan sadar bercita-cita agar pengelolaan pembangunan Indonesia dapat dilakukan sendiri oleh putra-putri bangsa ini secara mandiri, merdeka, dan berdaulat. Kedaulatan dalam mengelola pembangunan tentu berangkat dari keyakinan yang kuat bahwa kita dapat melaksanakannya tanpa perlindungan dan pengawasan pihak asing.
Oleh karena itu, pembangunan masyarakat untuk mencapai cita-cita kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 haruslah diselenggarakan dengan seksama, efektif, efisien, dan terpadu. Tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut adalah untuk (1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) Memajukan kesejahteraan umum; (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dari keempat tujuan ini, tiga di antaranya secara eksplisit menyatakan kualitas kehidupan yaitu butir pertama, kedua, dan ketiga yaitu kehidupan masyarakat yang terlindungi, sejahtera, dan cerdas. Sedangkan untuk distribusi dan pemerataan kualitas hidup tersebut dirumuskan dalam sila Kelima Pancasila yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Intinya adalah keterlindungan, kesejahteraan, dan kecerdasan masyarakat, haruslah terdistribusi secara adil.

Apa yang Direncanakan
Ada dua arahan yang tercakup dalam perencanaan. Pertama, arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan bernegara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana pembangunan nasional sebagai penjabaran langkah-langkah untuk mencapai masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial, ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan. Kedua, arahan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional baik melalui intervensi langsung maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar,

Apa yang Direncanakan
Ada dua arahan yang tercakup dalam perencanaan. Pertama, arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan bernegara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana pembangunan nasional sebagai penjabaran  langkah-langkah untuk mencapai masyarakat yang terlindungi,sejahtera,cerdas, dan berkeadilan dan dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan bangsa : politik,sosial,ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan. Kedua, arahan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional baik melalui intervensi langsung maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar.

Open Educational Resources



Abstract

The open educational resources initiative has been underway for over a decade now and higher education institutions are slowly adopting open educational resources (OER). The use and creation of OER are important aspects of adoption and both are needed for the benefits of OER to be fully realized. Based on the results of a survey developed to measure the readiness of faculty and staff to adopt OER, this paper focuses on the measurement of OER use and creation, and identifies factors to increase both. The survey was administered in September 2012 to faculty and staff of Athabasca University, Canada’s open university. The results offer a snapshot of OER use and creation at one university. The survey tool could provide a mechanism to compare and contrast OER adoption with other higher education institutions. Forty-three percent of those in the sample are using OER and 31% are creating OER. This ratio of use to creation is introduced as a possible metric to measure adoption.
Introduction

Open educational resources (OER) can be defined as “materials used to support education that may be freely accessed, reused, modified and shared by anyone” (Downes, 2011). Open educational resources are still in the early adoption stage; the genesis of OER was the open source computing movement (Brown & Adler, 2008) and its first application to learning was “learning objects.” Wiley tackled the definition of learning objects in 2000 and offered the following: “any digital resource that can be reused to support learning” (2000, p. 4). Compare this to Downes’ 2011 definition of open educational resources above and indeed they have similarities: Wiley (2000) suggested the critical attributes of learning objects are “reusable”, “digital”, and “resource”. Downes (2011) included these attributes in his definition of OER – although digital is not mentioned it could be construed as implied in this digital age. Thus the term “learning object” could be considered a formative definition preceding OER.

Types of OER include lessons, modules, full courses/programmes, guides, e-texts, articles, audio tracks, videos, multimedia, and any other learning materials (UNESCO & Commonwealth of Learning, 2011; Hylen, 2007). One of the main purposes for OER is to support education; they do so with heightened accessibility and they have the potential to reduce barriers to learning through enhanced attention, motivation, and engagement of students (Sclater, 2010).

Open textbooks are one type of OER initiative that has gained attention recently with several governments, such as the state of Washington (Overland, 2011) and the state of California (Volmer, 2012), investing millions of dollars in the development of these resources for use by community college students. The province of British Columbia has also announced funding for 40 open textbooks (Government of BC, 2012). These bold actions can reduce the financial barriers to education for many; a recent report from the center for Public Interest Research found that using open textbooks could reduce student costs by 80% .

The above examples of policy changes at the government level may minimize some of the barriers to adopting OER, but several more exist. Nie (2012) noted multimedia skills, knowledge of copyright law and licensing practices, and search ability as barriers. There are many good repositories but not knowing where to look constitutes a barrier for time-challenged faculty and staff. As the OER movement is worldwide there are cultural differences as well (Nie, 2012). Murphy (2012) notes time, organizational culture, and availability of resources as being significant barriers. De Liddo (2010) confirms this higher education cultural barrier of “opening up” and suggests technology aimed at connecting and collaborating could minimize this. One of the main issues that inhibits sharing and openness in higher education is intellectual property. Organizations such as Creative Commons preserve the rights of the authors by providing a variety of licences that allow them to choose the conditions for sharing their work. Their mission is to “develop, support and steward legal and technical infrastructure that maximizes digital creativity, sharing and innovation” .

Downes (2007) noted that OER production is largely voluntary and motivation is altruistic. He pointed to two human characteristics of the community OER approach: Human interaction is needed to build OER; and the users of OER must be respected (Foote as cited in Downes, 2007). Pawlowski (2012) suggested that one factor which could further the adoption of OER is increased emotional ownership, defined as “the degree that individuals perceive that knowledge or resources belong to them” (Clements & Pawlowski, 2012). While this view could be seen as antithetical to the community OER approach outlined by Downes (2007), in fact, because of altruistic motivation for creating OER, emotional ownership strengthens the community. Emotional ownership, in concert with organizations such as Creative Commons, could also contribute to opening up the private practice of teaching and scholarship in higher education institutions. Pawlowski (2012) outlined a four-phase collaborative development cycle for OER:

Four-phase development cycle

In this cycle, emotional ownership can increase as reuse and republishing occur in their respective communities (Pawlowski, 2012). Pawlowski concluded that OER collaborators must be encouraged, engaged, and supported throughout the OER development process (Pawlowski, 2012).

The key issue this research project addressed was measuring the health of the Athabasca University OER collaborative development cycle. Using OER is an indicator of adoption, but creating OER and adding back to the community are key to broader adoption and sustainability, both within the community and beyond.

Our goal was to determine how our institution is adopting OER so that insights could be made about how to further adopt, develop policy, and recognize the commitment of our community. Surveys have been created recently such as Murphy (2012), Open Access Textbook Project (2010), Petrides et al. (2010), The OER Impact study (White & Manton, 2011), and the UK-OER Synthesis and Evaluation Project (McGill et al., 2013) to measure key factors in OER adoption, and our survey is designed to be a reusable instrument which can be easily administered to determine OER adoption progress. Our survey is different from Murphy’s (2012) benchmark study, which has a considerable policy focus. While our pilot was offered specifically at an open university, our intention was to provide a valuable tool to measure the use and creation of OER in any institution.